Hari Ginjal Sedunia 2020, Ribka Tjiptaning Kritik ‘Kampanye Hidup Sehat’ Pemerintah Kurang Maksimal

Kementerian Kesehatan harus meningkatkan kinerjanya dalam menjalankan pelayanan kesehatan yang mengutamakan preventif dan promotif. Perintah Undang Undang Kesehatan jelas mengutamakan hal tersebut daripada pendekatan kuratif dan rehabilitatif. Hal itu disampaikan Ribka Tjiptaning saat memperingati Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day), setiap Bulan Maret Minggu kedua.

Tahun ini puncak peringatan Hari Ginjal Sedunia jatuh pada12 Maret kemarin. World Kidney Day tahun ini mengusung tema “Kesehatan Ginjal untuk Semua Orang di Mana Saja, dari Pencegahan Hingga Deteksi dan Akses Perawatan yang Pantas." Ribka Tjiptaning yang merupakan anggota Komisi IX DPR RI mengaku sangat prihatin mengenai meningkatnya penderita gagal ginjal kronik yang berujung cuci darah.

“Menurut data dari Idonesian Renal Registry, 499 orang dari 1 juta penduduk Indonesia menjalani cuci darah/hemodialisis akibat Penyakit Gagal Ginjal Kronik (PGK)." "Sementara di tingkat global 10persen penduduk dunia mengalami penyakit ginjal kronis." Lebih jauh lagi, Ribka yang juga menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Penanggulangan Bencana itu mengatakan, penyebab utama terjadinya gagal ginjal di Indonesia adalah hipertensi (36 persen) dan diabetes (28 persen).

“Penyakit gagal ginjal bisa dicegah dan progresivitas penyakitnya menuju gagal ginjal dapat diperlambat." "Hal ini harus diperhatikan pemerintah melalui kampanye hidup sehat secara masif dan peduli periksa diri bila terkena hipertensi dan diabetes." "Selama ini, kampanye yang dilakukan pemerintah kurang maksimal dan sekedar seremonial semata,” kritiknya.

Berkaitan keputusan MA yang menyatakan Perpres No 75 Tahun 2019, Pasal 34 ayat 1 dan 2 sudah tidak berkekuatan hukum lagi, politisi senior PDI Perjuangan ini menyatakan, apresiasi kepada Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang telah melakukan uji materi. “Kami dari seluruh fraksi di Komisi IX sejak semula tidak setuju terhadap rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan." "Bahkan kami sempat tidak mau mau melanjutkan Raker lagi dengan Menkes karena menolak menjalankan keputusan Komisi IX ini,” ungkapnya.

Ribka meminta pemerintah menjalankan keputusan ini dengan sebaik baiknya. Ribka mengungkap, bila MA menyatakan pembatalan Perpres tersebut selain melanggar UU BPJS, yang menyatakan kenaikan iuran secara berkala, harus menyesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi, juga melanggar UUD Tahun 1945 pasal 28 H dan 34. “Setiap orang berhak atas pelayanan kesehatan dan pelayanan atas jaminan sosial."

"Negara harus menyelenggarakan satu sistim jaminan sosial. Defisit keuangan BPJS K adalah tanggung jawab negara, bukannya dibebankan kepada rakyat,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *