Tanggapi Gugatan Korban Banjir pada Anies, Pengamat: Ada Peluang Penggugat Menang di Pengadilan

Sebanyak 234 korban banjir di wilayah Jakarta melalui Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta resmi menggugat Gubernur Anies Baswedan di PN Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020) lalu. Gugatan tersebut dilayangkan melalui class action atau gugatan secara berkelompok. Pengamat Hukum Ketatanegaraan dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Agus Riewanto mengungkapkan adanya peluang penggugat untuk memenangakan gugatan.

Namun, Agus mengaku tidak bisa memprediksi putusan hakim pengadilan. "Kita nggak bisa memprediksi putusan hakim, hakim akan melihat berbagai aspek nantinya," ujar Agus. Menurut Agus, gugatan class action telah lazim di Indonesia.

"Gugatan class action lazim di Indonesia. Gugatan pada Anies Baswedan adalah bagian dari hak publik untuk mendapatkan atau memulihkan hak haknya," ujarnya. Agus mengungkapkan gugatan class action bisa diajukan dengan bentuk perbuatan melawan hukum. "Biasanya dalam hukum ada dua, satu adalah korporasi yang biasanya merusak lingkungan. Yang kedua, pemerintah yang dianggap abai atau lalai dalam pelayanan publik atau hak hak publik," ujarnya.

Diketahui, pada 2017 silam Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus gugatan class action yang diajukan warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Gugatan tersebut ditujukan terkait penggusuran yang dilakukan pada 28 September 2016. Dilansir , dalam putusan yang dibacakan pada 24 Oktober 2017, hakim memenangkan warga.

"Hasilnya gugatan warga Bukit Duri diterima, kemudian Pemprov DKI dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata pengacara warga penggugat saat itu, Vera Soemarwi. Amar putusan majelis hakim saat itu menyatakan penggusuran yang dilakukan pemerintah telah melanggar hak asasi manusia. Pemerintah dianggap secara sewenang wenang menggusur warga penggugat tanpa musyawarah dan ganti rugi yang berkeadilan.

Atas pertimbangan itu, warga dinyatakan berhak menerima ganti rugi. "Ganti rugi yang diputuskan hakim itu Rp 200 juta untuk 89 anggota kelompok dan empat perwakilan kelompok," ujarnya. Gugatan class action diajukan sebagian warga Bukit Duri pada 10 Mei 2016 setelah rumah mereka yang terletak di bantaran Sungai Ciliwung dipastikan akan digusur.

Mereka yang digugat saat itu adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kemen PUPR, Gubernur DKI Jakarta, hingga struktural pemangku kebijakan seperti Camat Tebet dan Lurah Bukit Duri. Sebelumnya diketahui Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta 2020 telah resmi mendaftarkan gugatan dengan nomor27/Pdt.GS/Class Action/2020/PN.Jkt.Pst. Anggota Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta 2020, Azas Tigor Nainggolan kembali menekankan pihaknya melayangkan gugatan atas kelalaian Anies Baswedan.

Anies Baswedan dinilai lalai dalam mempersiapkan warga Jakarta untuk menghadapi banjir. Azas Tigor menjelaskan pihaknya tidak menggugat tentang terjadinya banjir di Jakarta. "Bukan banjirnya secara teknis. Kalau banjir secara teknis, penanggulangannya jelas, misal sungai diberesin, ruang terbuka hijau diberesin, bikin tanggul, waduk, segala macem."

"Yang kami gugat adalah persiapan menghadapi banjir," tegasnya. Azas Tigor menilai, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki dua sistem dalam menghadapi bencana. Dua sistem tersebut adalah early warning system atau peringatan dini dan emergency response system atau sistem bantuan darurat.

"Dua sistem ini tidak dilakukan. Kalau ini dilakukan kerugiannya akan lebih kecil," ungkapnya. Dengan adanya sistem peringatan dini, Azas Tigor menilai masyarakat akan lebih bersiap. "Warga pasti akan lebih bersiap. Akan kemas kemas barang," ujarnya.

Kemudian dengan sistem bantuan darurat, Azas Tigor mengungkapkan evakuasi masyarakat terdampak akan dilakukan secara optimal. "Kalau Pemprov membangun sistem bantuan darurat, pasti udah nyiapin tempat evakuasi, jalur evakuasi, sistem bantuan seperti apa. Ini kan warga evakuasi sendiri," ungkapnya. "Nah, ini yang kami gugat, bukan banjir secara teknis," lanjutnya.

Sementara itu, gugatan yang ditujukan kepada Anies Baswedan senilai Rp 42,3 miliar. "Kami mendapat pengaduan dari 243 orang. Dari 243 orang itu kerugiannya setelah kami total mencapai Rp 42,3 miliar. Itu bukan total kerugian semua korban banjir," ujarnya. Sedangkan untuk perkiraan kerugian seluruh korban banjir, Azas Tigor mengungkapkan besarnya bisa mencapai Rp 1 triliun.

"Rp 1 triliun itu bukan gugatan, tapi perkiraan kerugian akibat banjir yang dialami warga Jakarta secara keseluruhan," ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *