Biaya penanganan pandemi Covid 19 di Indonesia tak main main jumlahnya.untuk mengatasi virusmematikan itu mencapai Rp 677,2 triliun dikeluarkan. Hal ini seperti dikatakanMenteri Keuangan SriMulyani Indrawati. Menurutnya,i Rp 677,2 triliun merupakan total biaya yang dikeluarkan pemerintah.
"Biaya penanganan Covid 19 yang akan tertuang dalam revisi Perpres adalah sebesar Rp 677,2 triliun," kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Rabu (3/6/2020). Beberapa saat sebelumnya Sri Mulyani mengikuti rapat terbatas bertema 'Penetapan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Perubahan PosturAPBN Tahun 2020' Rapat dipimpin Presiden Joko Widodo melalui video conference.
Dalam kesempatan itu Sri Mulyani menyebutkan realisasi insentif untuk tenaga medis yang menangani pasien Covid 19 telah dicairkan sebesar Rp10,45 miliar. “Sebanyak 1.205 tenaga kerja kesehatan yang di pusat sudah mendapatkan pencairan sebesar Rp 10,450 miliar," kata Sri Mulyani. Pencairan itu, katanya baru diberikan kepada tenaga medis yang bertugas di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, dan Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang memverifikasi insentif bagi tenaga kesehatan di 19 rumah sakit di wilayah pusat. Nilai insentif untuk tenaga medis di 19 rumah sakit itu sekitar Rp 4,11 miliar. Sedangkan untuk di daerah, kata dia, Kemenkes sedang memverifikasi insentif tenaga medis yang tersebar di 110 rumah sakit dan sejumlah unit pelaksana teknis.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani menuturkan total insentif yang disiapkan untuk tenaga medis di wilayah pusat sebesar Rp1,9 triliun dandaerah sebesar Rp3,7 triliun. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID 19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu itu sudah disahkan menjadi UU No 1 Tahun 2020. UU No 1 tahun 2020 itu lalu diturunkan ke dalam beberapa peraturan perundangan seperti Peraturan Presiden (Perpres) 54 Tahun 2020 yang memuat postur APBN setelah Covid 19.
"Bakal ditetapkan revisi Perpres 54 Tahun 2020 yang akan menampung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karenadalam perpres awal lebih fokus pada krisis bidang kesehatan dan bansos kepada masyarakat. Bagian ketiga mengenai ekonomi dan keuangan serta pemulihannya akan tertuang dalam revisi perpres ini," ungkap Sri Mulyani. Perpres No 54 Tahun 2020 itu kemudian diturunkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2020 mengenai PEN yang menetapkan 4 modalitas sebagai instrumen APBN untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional yaitu penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana pemerintah di perbankan, investasi pemerintah, penjaminan, dan belanja negara yang ditujukan untuk menjaga dan memulihkan ekonomi nasional akibat Covid 19. "Jumlah Rp 677,2 triliun itu terdiri dari bidang kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun termasuk di dalamnya untuk belanja penanganan Covid 19, tenaga medis, santunan kematian, bantuan iuran untuk jaminan
Kesehatan nasional, pembiayaan gugus tugas, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan" tambah Sri Mulyani. Kedua, untuk perlindungan sosial yang menyangkut Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bantuan sosial (bansos) untuk Jabodetabek, bansos non Jabodetabek, Kartu Prakerja, diskon listrik yang diperpanjang menjadi enam bulan, dan logistik untuk sembako serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa, senilai total Rp 203,9 triliun. Ketiga, dukungan kepada UMKM dalam bentuk subsidi bunga, penempatan dana untuk restrukturisasi dan mendukung modal kerja bagi UMKM yang pinjamannya sampai Rp 10 miliar, serta belanja untuk penjaminan terhadap kredit modal kerja darurat.
"Kalau pakai kata kata Presiden, kredit modal kerja yang diberikan untuk UMKM di bawah Rp 10 miliar pinjamannya. Itu dukungan di dalam APBN mencakup Rp 123,46 triliun" kata Sri Mulyani. Keempat, untuk insentif dunia usaha agar mereka mampu bertahan dengan melakukan relaksasi di bidang perpajakan dan stimulus lainnya mencapai Rp 120,61 triliun. "Kelima bidang pembiayaan dankorporasi termasuk di dalamnya adalah PMN, penalangan untuk kredit modal kerja darurat untuk non UMKM padat karya, serta belanja untuk premi risiko bagi kredit modal kerja bagi industri padat karya yang pinjamannya Rp 10 miliar Rp1 triliun," tambah Sri Mulyani.